Kamis, 22 Desember 2022

SURAT KECIL UNTUK IBU

 

Ditulis Oleh : Ustadzah Fatikhatur Rizqiah

Hey, bu... Apa kabar ? Semoga Ibu selalu bahagia disisi Allah. Sudah lama kita tidak bertemu. Betapa aku sangat merindukan masa-masa saat Ibu masih ada dulu. Masa-masa aku kecil yang indah bersama Ibu.

Waktu terus berjalan meski Ibu telah tiada. Aku juga harus segera bangkit untuk melanjutkan hidupku tanpa ibu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun meski tidak semua aku lalui dengan baik-baik saja, tapi tetap harus dilalui dengan ikhlas dan lapang dada. Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dengan keadaan. Aku terus berkembang menjadi manusia harapan ibu dulu. Hingga aku memasuki fase dimana aku menjadi seorangibu.

Aku merasakan mengandung. Saat itu juga membuatku berpikir, bagaimana sosok manusia baru dilahirkan di dunia. Berawal dari air mani yang hina menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, kemudian menjadi tulang belulang sesuai dengan firman Allah surat al mu’minun ayat 14 yang artinya “Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal


darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” Subhanallah, aku takjub dengan proses itu yang aku sendiri mengalaminya.

Lika liku selama mengandung aku lalui mulai dari mual, muntah hingga hilang nafsu makan. Setiap hari harus minum vitamin yang lebih dari satu. Tapi, semua terbayar ketika aku mendengar detak jantung pertama dari bayiku. Rasanya tak bisa terungkap oleh kata- kata. Aku juga merasakan tendangan dalam perutku sebagai pertanda bahwa bayiku aktif. Apakah ibu juga merakan hal yang sama waktu mengandungku dulu?

Sembilan bulan sepuluh hari, waktu yang diperlukan untuk berkembang dalam rahim ibu. Tentu bukan waktu yang singkat, sampai akhirnya ibu melahirkanku. Aku juga merasakan bagaimana rasanya melahirkan. Benar kata orang-orang, melahirkan seperti seluruh tulang tubuh dipatahkan. Mempertaruhkan nyawa demi manusia baru. Kini aku tahu, kekhawatiran seorang ibu bukan seberapa darah yang akan ditumpahkan saat melahirkan. Tapi, jika ibu tiada bagaimana nasib bayi yang telah dilahirkan ? Apakah akan baik-baik saja tanpa ibu ?

Sekarang aku mengerti, mengapa surga dibawah telapak kaki ibu. Semoga Allah memberi surga untukmu, ibu.

Kehidupanku pun berubah setelah hadirnya. Sebelumnya aku bisa tidur nyenyak semalaman, aku bisa makan dengan santai menikmati makananku, aku bisa jalan-jalan atau bekerja tanpa mengkhawatirkan siapapun dan apapun. Tapi semenjak kehadirannya aku selalu terbangun malam-malam hanya untuk memberi susu atau menganti popok, makanan yang aku makan asal masuk dan kenyang, serta waktu jalan-jalan atau bekerja selalu mengkhawatirkankeadaannya.

Ibu... Apakah pernah lelah merawatku ? Karena aku rasakan lelah. Tapi semua hilang saat aku melihat tatapan matanya. Apalagi memberi aku senyuman tulus menyambut kehadiranku disisinya. Aku juga rasakan senang saat aku melihat bayiku tumbuh dengan sehat, aktif, ceria.

Ibu... Terima kasih untuk semua jasa-jasamu yang tidak pernah bisa terbayarkan oleh apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar